Jumat, 27 Juli 2012

GLOBALISASI BAGI ISLAM, SERIGALA BERBULU DOMBA




       Bicara dunia saat ini, tentu kita juga akan dihadapkan dengan masalah globalisasi. Apalagi globalisasi saat ini sudah masuk hampir ke semua aspek kehidupan, bukan hanya globalisasi di bidang ekonomi dan politik, tetapi sudah masuk ke dalam aspek pendidikan, budaya, bahkan agama.
Respon masyarakat pun beragam, tergantung status masyarakat dan efek globalisasi yang mereka rasakan, ada yang terlihat menerima, menolak, ada juga yang biasa-biasa saja. Lalu bagaimana dengan sikap kita sebagai umat Islam terhadap arus globalisasi ini, terlebih bila sudah bergesekan dengan masalah agama dan akidah (keyakinan)?
Globalisasi yang ditandai time-space compression dan makin meningkatnya penggunaan media elektronik mempunyai bahaya yang cukup besar bagi kemurnian Islam dan akidahnya, menipisnya ruang dan waktu membuat budaya dan agama luar mudah sekali masuk dan bercampur dengan kehidupan sosial kita, padahal millah orang barat (Yahudi dan Nasrani) merupakan hal yang mesti umat Islam jauhi.
 Dari Abu Sa’id Al-Khudriy dari Nabi SAW dia berkata, “Kalian pasti akan mengikuti millah-millah orang-orang yang sebelum kalian, dimulai sejengkal demi sejengkal, hingga sehasta demi sehasta, sehingga apabila mereka masuk ke lubang biawak pun kalian akan menikutinya.” Para sahabat bertanya, “Yahudi dan Nasrani-kah ya Rasulallah?” Rasulmenjawab, “Siapa lagi…!” (H.R Bukhari, CD:6775)
 Maraknya media elektronik pun -yang di dominasi dengan barang yang bersifat hiburan dan tidak mengandung ilmu- secara tidak langsung menjadi “penyumbat” telinga disaat umat Islam mendengar perintah dan larangan Allah melalui firman dan sabda rasul-Nya (Luqman [31]:6-7).
Dan diantara manusia (ada) orang yang memperguakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan.Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbatan dikedua telinganya, maka gembirakanlah
Disamping itu kita pun harus jeli dari siapa dan dari mana pertama kali globalisasi ini muncul, mayoritas berpendapat bahwa globalisasi adalah bentuk imperialisme baru dengan standar internasional yang dicanangkan oleh kaum barat, namun terlepas dari benar atau tidaknya pendapat ini, umat Islam patut waspada akan hal ini mengingat dari dahulu pun memang Yahudi dan Nasrani mempunyai hati yang  tidak baik terhadap umat Islam (Al-Baqarah [2]:120). Jangan sampai umat Islam terlena dengan kemurahan-kemurahan dan produk globalisasi yang menyimpang pisau tajam dibalik punggungnya.
Meskipun di sisi yang lain globalisasi mempunyai andil bagi dakwah Islam, ini bukanlah menjadi alasan untuk mengurangi rasa waspada kita, apalagi jika berkaca kepada kaidah dalam Ushul Fiqh yang menyatakan “jika dua hal yang mengandung mafsadat bertemu, maka ambillah yang paling sedikit mafsadatnya”. Tentu kita mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, kita juga mampu memilih mana yang lebih manfaat dan lebih berbahaya bagi kita, sehingga tidak berat bagi umat Islam khususnya untuk menentukan sikap dalam menanggapi hal ini.
Satu lagi yang harus umat Islam miliki dalam upaya mengarungi arus globalisasi, memperkuat dan memperkokoh pegangan terhadap Kitab Allah SWT (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulallah SAW (Al-Hadits) adalah modal paling utama bagi umat Islam, karena jika sudah kuat dalam hal ini, berkecimpung dalam dunia apapun, bagaimana pun medannya tetap akan memberikan perlindungan dan keselamatan bagi yang memilikinya. Khususnya dalam menghadapi Yahudi dan Nasrani sebagai aktor utama di balik globalisasi, yang mungkin kedepannya akan mereka jadikan modernisasi bahkan westernisasi. Wallahu a’lam