Rabu, 12 Desember 2012

RACUN PUJIAN



الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ         
“segala puji hanya bagi Allah, tuhan alam semesta.” (Al-Fatihah: 2)  
Akhir-akhir ini penulis entah mengapa sering “berhadapan” dengan yang namanya PEMILU…. Ya, inilah salah satu “tradisi” di negara kita. Di kampus, akhir tahun adalah masa peralihan kepengurusan, dan hampir semua dipilih melalui perhitungan suara, BEM (Univ/fak), BPM, UKM, DKM, himpunan jurusan, LK (intern/ekstern), hingga komunitas kecil-kecilan pun ikut meramaikan pergantian tahun dengan pergantian pemimpin mereka (atau kita..??). Bahkan untuk level nasional, sudah bosan rasanya melihat pesan komersial yang saling memuji jagoan masing-masing, mulai tingkat Gubernur hingga Presiden.

Sabtu, 06 Oktober 2012



بسم الله الرحمن الرحيم
HUKUM IDGHAM SHAGHIR (حكم إدغام الصغير)[1]
Idgham shaghir adalah ibarat (perumpamaan dari bercampurnya (bertemu) dua huruf yang memasukkan salah satu dari yang dua itu pada yang lain.
1. Idgham Mutamatsilain, adalah bersesuaiannya dua huruf dalam makhraj dan sifatnya. Cara membacanya, huruf yang pertama di-idgham-kan kepada huruf yang kedua.
Contoh:
Al-Baqarah ayat 60:
وإذ استسقى موسى لقومه فقلنا اضربْ بِّعصاك الحجر...الأية
Al-Muddatstsir ayat 53:
كلا بلْ لَا يخافون الآخرة
2. Idgham Mutajanisain[2], adalah apabila dua huruf yang bersesuaian sama makhraj tapi beda sifat. Cara membacanya idgham tapi tidak boleh dengung. Contoh:
Al-A`raf ayat 189:
فَلَمَّا أَثْقَلَت دَّعَوَا اللّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحاً لَّنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
dapat diperhatikan tata letak pengucapan makhraj  antara huruf ta dengan dal yang terdapat pada satu tempat yang sama



 Al-Baqarah ayat 256:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنْ الغَيِّ

Selasa, 07 Agustus 2012

Shaum Bukan Puasa


Sudah lebih dari sepekan umat Islam melaksanakan ibadah shaum ramadhan, untuk beberapa orang, shaum kali ini mungkin sudah merupakan yang kesekian kalinya, bukan hanya belasan tapi puluhan kalinya. Walaupun demikian, ramadhan tetap merupakan hal yang ditunggu.
Terlepas dari itu, ada satu hal yang sangat mendasar yang mampu mempengaruhi keadaan psikologis kita saat melaksanakan shaum, hal ini biasanya tidak terasa bahkan dianggap bukanlah sebuah kekeliruan, yang lebih memprihatinkan, kekeliruan ini kerap dilakukan pemakaiannya oleh agen paling laris dalam mempengaruhi masyarakat seperti media elektronik dan media cetak.

Jumat, 27 Juli 2012

GLOBALISASI BAGI ISLAM, SERIGALA BERBULU DOMBA




       Bicara dunia saat ini, tentu kita juga akan dihadapkan dengan masalah globalisasi. Apalagi globalisasi saat ini sudah masuk hampir ke semua aspek kehidupan, bukan hanya globalisasi di bidang ekonomi dan politik, tetapi sudah masuk ke dalam aspek pendidikan, budaya, bahkan agama.
Respon masyarakat pun beragam, tergantung status masyarakat dan efek globalisasi yang mereka rasakan, ada yang terlihat menerima, menolak, ada juga yang biasa-biasa saja. Lalu bagaimana dengan sikap kita sebagai umat Islam terhadap arus globalisasi ini, terlebih bila sudah bergesekan dengan masalah agama dan akidah (keyakinan)?
Globalisasi yang ditandai time-space compression dan makin meningkatnya penggunaan media elektronik mempunyai bahaya yang cukup besar bagi kemurnian Islam dan akidahnya, menipisnya ruang dan waktu membuat budaya dan agama luar mudah sekali masuk dan bercampur dengan kehidupan sosial kita, padahal millah orang barat (Yahudi dan Nasrani) merupakan hal yang mesti umat Islam jauhi.
 Dari Abu Sa’id Al-Khudriy dari Nabi SAW dia berkata, “Kalian pasti akan mengikuti millah-millah orang-orang yang sebelum kalian, dimulai sejengkal demi sejengkal, hingga sehasta demi sehasta, sehingga apabila mereka masuk ke lubang biawak pun kalian akan menikutinya.” Para sahabat bertanya, “Yahudi dan Nasrani-kah ya Rasulallah?” Rasulmenjawab, “Siapa lagi…!” (H.R Bukhari, CD:6775)
 Maraknya media elektronik pun -yang di dominasi dengan barang yang bersifat hiburan dan tidak mengandung ilmu- secara tidak langsung menjadi “penyumbat” telinga disaat umat Islam mendengar perintah dan larangan Allah melalui firman dan sabda rasul-Nya (Luqman [31]:6-7).
Dan diantara manusia (ada) orang yang memperguakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan.Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbatan dikedua telinganya, maka gembirakanlah
Disamping itu kita pun harus jeli dari siapa dan dari mana pertama kali globalisasi ini muncul, mayoritas berpendapat bahwa globalisasi adalah bentuk imperialisme baru dengan standar internasional yang dicanangkan oleh kaum barat, namun terlepas dari benar atau tidaknya pendapat ini, umat Islam patut waspada akan hal ini mengingat dari dahulu pun memang Yahudi dan Nasrani mempunyai hati yang  tidak baik terhadap umat Islam (Al-Baqarah [2]:120). Jangan sampai umat Islam terlena dengan kemurahan-kemurahan dan produk globalisasi yang menyimpang pisau tajam dibalik punggungnya.
Meskipun di sisi yang lain globalisasi mempunyai andil bagi dakwah Islam, ini bukanlah menjadi alasan untuk mengurangi rasa waspada kita, apalagi jika berkaca kepada kaidah dalam Ushul Fiqh yang menyatakan “jika dua hal yang mengandung mafsadat bertemu, maka ambillah yang paling sedikit mafsadatnya”. Tentu kita mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, kita juga mampu memilih mana yang lebih manfaat dan lebih berbahaya bagi kita, sehingga tidak berat bagi umat Islam khususnya untuk menentukan sikap dalam menanggapi hal ini.
Satu lagi yang harus umat Islam miliki dalam upaya mengarungi arus globalisasi, memperkuat dan memperkokoh pegangan terhadap Kitab Allah SWT (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulallah SAW (Al-Hadits) adalah modal paling utama bagi umat Islam, karena jika sudah kuat dalam hal ini, berkecimpung dalam dunia apapun, bagaimana pun medannya tetap akan memberikan perlindungan dan keselamatan bagi yang memilikinya. Khususnya dalam menghadapi Yahudi dan Nasrani sebagai aktor utama di balik globalisasi, yang mungkin kedepannya akan mereka jadikan modernisasi bahkan westernisasi. Wallahu a’lam

Selasa, 10 April 2012

BIOGRAFI SINGKAT SOFYANA JAMIL



Lahir di Bandung 2 Februari 1994 dengan nama Sofyana Jamil, teman kita yang satu ini kini menempuh pendidikan formal di SI Sastra Arab Universitas Padjadjaran (2011). Riwayat pendidikannya dimulai di Sekolah Dasar (SD) Pelita I Cipadung, Bandung (1999), menueruskan ke jenjang menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 46 Cipadung, Bandung (2005); Sekolah Menengah Atas (SMA) Plus Babussalam Dago, Bandung (2008), Selain pendidikan formal, anak ke-1 dari pasangan Mumuh Muslihudin dan Rikrik Sri Tresna Sumirat ini, pernah nyantren di beberapa pesantren, antara lain : Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam, Dago (2008-2011); Pondok Pesantren Al-Qur’an Ar-Rahman, Cililin  (2011); dan Pondok Pesantren Al-Ihsan, Bandung (2011 – sekarang).
Selama menempuh pendidikan formal, teman kita yang akrab dengan panggilan ian ini juga pernah aktif di beberapa organisasi, ian pernah menjadi Ketua OSIS di SMA Plus Babussalam (2009), Ketua Bidang Ta’lim Organisasi Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam (OPPAB) (2008), dan menjadi Ketua Muballigh Hijrah Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam (2009).
Selama hidupnya, sofyan yang punya hobi membaca dan bermain futsal ini, pernah meraih beberapa prestasi pada beberapa event perlombaan, baik itu dari yang bertipe sport atau akademik juga, antara lain yaitu saat menjadi Juara I Lomba Musabaqah Tilawah Al-Qur’an Pada MTQ antar siswa se-Babussalam di Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam (2010) dan pernah mendapatkan penghargaan pemain terbaik turnamen futsal se-Babussalam di Pondok Pesantren Al-Qur’an Babussalam 2010 kemarin.
Kini Sofyan juga aktif di kampus sebagai pengurus di DKM Al-Muslih FIB, juga sering ikut berlatih juga bersama Unit Sepak Bola Unpad (USBU) bagian futsalnya, di kelasnya sendiri Sofyan memang dikenal salah satu mahasiswa yang semangat apalagi dalam hal futsal dan bola. Semua kegiatan yang teman kita lakukan ini di kampus tidak jauh dari aktifitasnya juga sewaktu di SMA atau pesantrennya dulu, mungkin ngaji dan futsal sudah menjadi makanan pokok bagi pria penggemar klub spanyol Real Madrid ini.
Sofyana Jamil dapat dihubungi di: www.sofyanajamil.blogspot.com, atau melalui no Hp. 08996963305, atau mengkin bagi yang berani silahkan saja bisa datang ke rumahnya langsung.....hehe

Rabu, 04 April 2012

MENEGASKAN PERAN GENERASI ULUL ALBAB DALAM DIFERENSIASI ISLAM DAN BUDAYA



       Rasulallah SAW diutus ke dunia dengan membawa risalah yang terwujud dalam Islam sebagai Rahmatan lil ‘Aalamiin (Q.S Al-Anbiya:107), yang mampu membawa kesejahteraan dan keamanan bagi semua umat manusia, bukan hanya bagi umat Islam saja. Namun untuk mewujudkan Islam yang demikian, bukanlah hal yang mudah sebagaimana membalikkan telapak tangan kita, mengingat keadaan Islam sama halnya dengan sebuah sungai yang mengalir dari sumbernya yang bersih sampai ke kota yang begitu kotornya akibat tercemar oleh berbagai macam limbah, sehingga perlu adanya “penanganan khusus” dari para “ahli” agar sungai tersebut bisa kembali bersih seperti semula.
Salah satu yang menjadi penghalang akan terwujudnya Islam sebagai Rahmatan lil ‘Aalamin adalah dengan kuatnya pengaruh buruk sosok berbahaya bernama budaya dalam kehidupan manusia dan umat Islam pada khususnya. Budaya mengancam Islam dari dua sisi berbeda yang selama ini selalu menjadi titik inti perjuangan umat Islam, khususnya di Indonesia, yaitu budaya lokal pada golongan/generasi tua dan budaya barat pada golongan/generasi muda, sehingga Amien Rais pun menggunakan istilah “dua batu sandung perjuangan Islam” dalam menyinggung dua budaya ini.
Allah SWT telah berfiman,

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ.
    Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apapun, dan tidak mendapat petunjuk. (Q.S Al-Baqarah[2]:170)
Juga dalam sebuah hadits Rasulallah bersabda,

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَن.
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy dari Nabi SAW dia berkata, “Kalian pasti akan mengikuti millah-millah orang-orang yang sebelum kalian, dimulai sejengkal demi sejengkal, hingga sehasta demi sehasta, sehingga apabila mereka masuk ke lubang biawak pun kalian akan menikutinya.” Para sahabat bertanya, “Yahudi dan Nasrani-kah ya Rasulallah?” Rasulmenjawab, “Siapa lagi…!” (H.R Bukhari, CD:6775)
Keadaan budaya lokal di Indonesia yang syarat akan pengaruh animisme-dinamisme, Hindu, bahkan Budha masih menjadi sesuatu yang sangat sulit dihilangkan dari para orang tua yang keukeuh, dan budaya barat yang kini mulai menjadi way of life khususnya bagi para pemuda dan remaja menebar banyak bahaya besar bagi aqidah, ibadah, dan mu’amalah umat Islam, baik itu dari syirik, TBC (takhayul, bid’ah, khurafat), sihir, perdukunan, hingga sampai pada dosa-dosa seperti pergaulan bebas, kebobrokan akhlak, pemikiran yang liberal, dan lain sebagainya.
Maka kekuatan ilmu dan iman yang bersatu pada diri seorang generasi Ulul Albab sangatlah dibutuhkan dalam upaya memisahkan antara kebaikan (Islam) dan kebathilan (budaya). Maka tidak salah bila Albert Einstein, seorang tokoh ilmuwan pernah berkata, “Science without religion is lame, religion without science is blind” (ilmu tanpa agama itu pincang, tapi agama tanpa ilmu buta). 

عن أبي سعيد الخدري رضى الله  تعالى عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَده، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ،ومن لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أضْعَفُ الإيمَانِ.
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA berkata, “Bersabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, jika kamu tidak mampu maka cegahlah dengan lisanmu dan jika kamu tidak mampu juga maka cegahlah dengan hati. Dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim)
Generasi Ulul Albab sangat mungkin bahkan harus menjadi yang terdepan dalam meluruskan kemunkaran-kemunkaran, khususnya yang bertopeng kebudayaan, mengingat poin pertama dan kedua sangat mungkin ada pada generasi ini, sehingga umat pun akan terbebas dari perbuatan yang Allah telah melarangnya dalam Al-Qur’an.

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya. (Q.S Al-Baqarah[2]:42)
Pengetahuan yang luas dan maju terhadap perkembangan dunia sekelilingnya, kemampuan membaca alam sekitar, dan pergaulan sosial yang mantap merupakan modal penting bagi mereka yang akan mewarisi risalah Raasul, di tambah dengan dasar Qur’an Sunnah yang kuat dalam kehidupannya akan turut membawa para penerus perjuangan tetap dalam keselamatan, hingga kesatuan ini pun perlu kembali ditegaskan pada diri setiap pemuda Islam. Wallahu a’lam