Jumat, 20 April 2012

Materi Kajian Al-Qur`an part.1


Pengertian Ilmu Tajwid
Tajwid menurut bahasa berasal dari kata جوّد-يجوّد-تجويدا  yang berarti tahsin (bagus atau membaguskan). Dalam sumber lain disebutkan bahwa tajwid adalah cara membaca Alquran dng lafal atau ucapan yg benar, sedangkan Tajwid secara istilah didefinisikan dengan:
إخراج كل حرفٍ من مخرجه مع إعطائه حقّه ومستحقّه
“mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya, dengan menunaikan hak-hak huruf tersebut”. (Ali bin Abi Thalib)
Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu bersama dengan huruf tersebut, seperti AI Jahr, Isti'la', istifal dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahak huruf adalah sifat yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa' dan lain sebagainya.
Dengan demikian, yang dimaksud ilmu tajwid adalah Ilmu tentang kaidah (makhraj & sifatnya) serta cara-cara membaca Al-Quran dengan baik dan benar.
Adapun masalah-masalah yang dikemukakan dalam ilmu ini adalah:
1.      ahkamul huruf (hubungan/hukum antar huruf),
2.      ahkamul qira`ah (hukum bacaan),
3.      ahkamul maddi wal qasr (hukum panjang dan pendek ucapan),
4.      makharijul huruf (tempat keluar-masuk huruf),
5.      shifatul huruf (cara pengucapan (sifat) huruf), dan
6.      ahkamul waqaf wal ibtida’ (memulai dan menghentikan bacaan).
Tujuan Ilmu Tajwid
Tujuan dari belajar ilmu tajwid adalah untuk menghindarkan lidah dari kesalahan membaca, baik itu Yng sifatnya Jaaliy atau Khofiy.
1.  AL-LAKHNU  AL-JALIY  (kesalahan besar/fatal), adalah kesalahan yang terjadi ketika membaca lafadh-lafadh dalam Alqur’an yang dapat mengubah arti dan menyalahi ‘urf qurro.  Melakukan kesalahan ini secara sengaja hukumnya HARAM. Yang termasuk kesalahan jenis  ini antara lain:
1.      Kesalahan makhroj (titik/tempat keluarnya) huruf.
2.      Salah membaca mad.
3.      Salah membaca harokat.
2. AL-LAKHNU  AL-KHOFIY  (kesalahan kecil), adalah kesalahan yang terjadi ketika membaca lafadh-lafadh dalam Alqur’an  yang menyalahi  ‘urf qurro namun  tidak mengubah arti. Melakukan  kesalahan ini hukumnya  makruh. Yang termasuk kesalahan jenis ini antara lain:  kesalahan dalam membaca dengung (idghom,  ikhfa’,  iqlaab, dll), kesalahan  menampakkan sifat huruf (seperti: hams, qolqolah, keliru membaca tahkhim/tarqiq), dan lain sebagainya.
Hukum Belajar Tajwid
Belajar dan mendalami ilmu tajwid hukumnya fardlu kifayah, sedangkan membaca al-qur`andengan baik sesuai tajwid hukumnya fardlu ‘ain. Ini sesuai firman Allah
 ورتل القرآن ترتيلا
"Dan bacalah Alquran dengan tartil” (QS. 73:4)
Tartil: membaca Al-Qur’an dengan perlahan-lahan dan hati-hati karena itu akan membantu pemahaman dan tadabbur. Dalam sumber lain dikatakan bahwa yang dimaksud dengan tartil adalah tajwid.
Keutamaan Belajar Ilmu Tajwid dan Al-Qur`an
Sebaik-baiknya orang diantara kamu ialah yang belajar al-Qur`an dan mengamalkannya”. (HR Al-Bukhari, kitab fadhoilil qur`an)
“seorang mukmin yang membaca al-Qur`an seperti buah jeruk, harumnya baik dan rasanya baik, seorang mukmin yang tidak suka membaca al-Qur’an seperti buah kurma, baunya tdak harum tapi rasanya manis....” (Muslim, bab fadhilatu hafidzul qur`an)
“seorang yang mahir dalam membaca Al-Qur`an akan duduk bersama para malaikat yang mulia....” (Muslim)
“sesungguhnya yang pada mulutnya tidak ada sedikit pun dari Al-Qur`an, maka ia seperti rumah yang roboh”. (HR At-Tirmidzi).
AL-QUR`AN
Al-Qur`an: menurut bahasa, masdhar murodif dari qira`ah.
menurut istilah,wahyu yang diturunkan kepada Muhammad SAW yang menjadi ibadah jika membacanya.
Nama-nama Al-Qur`an:
-          Al-Qur`an (Qaf : 1)
-          Al-Furqan (Al-Furqan : 1)
-          Ad-Dzikru (Al-Hijr : 9)
-          Al-Kitab (Ad-Dukhan : 1-3)
Sifat Al-Qur`an:
-          An-Nisa : 74 (nur dan burhan)
-          Al-Fushshilat : 44 (hudan dan syifa)
-          Yunus : 57 (mau’idzoh)




SURAT AL-FATIHAH
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
Ta’awudz
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (98)
“apabila kalian bermaksud membaca Al-Qur’an, maka berlindunglah kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”. (An-Nahl : 98)
Isti’adzah : berlindung kepada Allah.
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ : yang dilaknat, yang dilempari dengan bintang, yang jauh dari rahmat Allah. (ibnu Abbas)
الشَّيْطَانِ: Yang durhaka, sombong, dan melampaui batas.
الشَّيْطَانِ : nama bagi setiap yang durhaka, baik dari jin, manusia, atau hewan. (Ar-Raghib Al-Asfahani)
Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan isti’adzah ialah berlindung dan mendkat kepada Allah SWT dari segala kejelekan yang mempunyai kejelekan.
Dan makna  اعوذ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيم aku berlindung kepada Allah dari syetan yang terkutuk yang memadharatkanku dalam urusan agama dan duniaku, yang suka menghindarkanku dari apa yang diperintahkan kepadaku, juga menyuruhku untuk mellakukan apa yang dilarang kepadaku. (Tafsir Ibnu Katsir, 1:15)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
اسْمِ  = ulama basrah berpendapat bahwa al-ismu disini adalah musytaq dari kata السمو (as-sumuwwi) dengan  makna العلوّ والرّفعة yang artinya tinggi atau sesuatu yang tinggi, sedangkan ulama kuffah berpendapat bahwa al-ismu berasal dari الشّمة  (asy-syammah) yang bermakna العلامة (al-‘alamah) yang berarti tanda, karena isim menandakan bagi seseorang/sesuatu yang menempatinya. Namun para ulama banyak yang berpendapat bahwa pendapat pertama (basrah) itu yang lebih tepat.
اللَّهِ = Imam Al-Kisai dan imam Al-Fara` berpendapat bahwa kata Allah berasal dari kata   الاله, hamzahnya dibuang, dan lam yang pertama di idghamkan kepada lam yang kedua, maka jadilah kedua lam itu bersatu dan menjadi kalimat اللَّهِ. (Fathul majid, 1979:9)
Makna Ayat: Imam Al-Maraghi bependapat bahwa makna basmalah ialah saya memulai pekerjaan ini dengan menyebut nama Allah, karena Allah, dan untuk Allah. Bukan untuk diriku dan nafsuku. (terjemah tafsir al-maraghi)
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Al-Hamdu : Pujian, pujian untuk Allah, pujian terindah. (Al-Maraghi)
Al-Mad-hu: Pujian umum, untuk makhluk.
At-Tsana: digynakan untuk pujian dan celaan, pujian yang “ada maunya”.
Imam Az-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Rabb adalah “al-maalik” yang berarti raja atau yang memiliki, imam Al-Maraghi sendiri menambahkan bahwa Rabb disini maksudnya ialah tuhan yang memelihara, baik memelihara terhadap eksistensi manusia dengan berupa pertumbuhsn dari kecil sampai dewasa, atau pemeliharaan terhadap agama dan akhlaknya melalui wahyu yang diturunkannya.
Makna ayat: ayat ini menunjukkan rasa syukur kepada Allah yang telah memberi kenikmatan, baik itu secara jasmani maupun rohani, bukan hanya kepada satu golongan tetapi kepada seluruh alam.
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Rahman : suatu gejolak jiwa yang penuh dengan perasaan kasih sayang terhadap yang lain. (Al-Maraghi)
Al-Khatabi : Rahman : untuk seluruh makhluk, mukmin dan kafir.
Rahim: untuk orang mukmin saja.
Makna ayat: ayat ini lebih menekankan lagi bahwa allah SWT memang benarlah pencipta yang maha kuasa, dan tidak akan pernah putus kasih sayangnya.
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
 يَوْمِ الدِّين: yaumul jaza (hari pembalasan), yaumul hisab (hari perhitungan). Ketika manusia menerima balasan dari perbuatannya. (al-Maraghi, 1: 41)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Imam Ibnu Taimiyah: “ibadah adalah taat kepada Allah dengan mencontoh?menjalankan perintah Allah kepada para Rasulnya. Masih menurut beliau, ibadah adalah nama untuk segenap pekerjaan yang Allah cintai dan Allah ridhai, baik dari ucapan dan perbuatan, baik yang nampak atu yang tersembunyi.
Di dalam ayat ini juga mengandung perintah didahulukannya ibadah daripada meminta, karena nilai ibadah pun akan mempengaruhi kadar doa kita yang akan dikabulkan.


اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
  =  الصِراط ج صُرُط : الطريق jalan, lorong.
Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini dengan maksud, tunjukkanlah kami ke dalam agama yang diridhoi-Nya (Allah), yaitu Islam. (Tanwirul Miqbas, CD)
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Dalam tafsir jalalaen disebutkan bahwa yang dimaksud غَيْرِ الْمَغْضُوبِ ialah  orang-orang yahudi, sedangkan dengan yang dimaksud dengan  وَلَا الضَّالِّينَ ialah orang nasrani.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar