Rabu, 04 April 2012

MENEGASKAN PERAN GENERASI ULUL ALBAB DALAM DIFERENSIASI ISLAM DAN BUDAYA



       Rasulallah SAW diutus ke dunia dengan membawa risalah yang terwujud dalam Islam sebagai Rahmatan lil ‘Aalamiin (Q.S Al-Anbiya:107), yang mampu membawa kesejahteraan dan keamanan bagi semua umat manusia, bukan hanya bagi umat Islam saja. Namun untuk mewujudkan Islam yang demikian, bukanlah hal yang mudah sebagaimana membalikkan telapak tangan kita, mengingat keadaan Islam sama halnya dengan sebuah sungai yang mengalir dari sumbernya yang bersih sampai ke kota yang begitu kotornya akibat tercemar oleh berbagai macam limbah, sehingga perlu adanya “penanganan khusus” dari para “ahli” agar sungai tersebut bisa kembali bersih seperti semula.
Salah satu yang menjadi penghalang akan terwujudnya Islam sebagai Rahmatan lil ‘Aalamin adalah dengan kuatnya pengaruh buruk sosok berbahaya bernama budaya dalam kehidupan manusia dan umat Islam pada khususnya. Budaya mengancam Islam dari dua sisi berbeda yang selama ini selalu menjadi titik inti perjuangan umat Islam, khususnya di Indonesia, yaitu budaya lokal pada golongan/generasi tua dan budaya barat pada golongan/generasi muda, sehingga Amien Rais pun menggunakan istilah “dua batu sandung perjuangan Islam” dalam menyinggung dua budaya ini.
Allah SWT telah berfiman,

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ.
    Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apapun, dan tidak mendapat petunjuk. (Q.S Al-Baqarah[2]:170)
Juga dalam sebuah hadits Rasulallah bersabda,

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَن.
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy dari Nabi SAW dia berkata, “Kalian pasti akan mengikuti millah-millah orang-orang yang sebelum kalian, dimulai sejengkal demi sejengkal, hingga sehasta demi sehasta, sehingga apabila mereka masuk ke lubang biawak pun kalian akan menikutinya.” Para sahabat bertanya, “Yahudi dan Nasrani-kah ya Rasulallah?” Rasulmenjawab, “Siapa lagi…!” (H.R Bukhari, CD:6775)
Keadaan budaya lokal di Indonesia yang syarat akan pengaruh animisme-dinamisme, Hindu, bahkan Budha masih menjadi sesuatu yang sangat sulit dihilangkan dari para orang tua yang keukeuh, dan budaya barat yang kini mulai menjadi way of life khususnya bagi para pemuda dan remaja menebar banyak bahaya besar bagi aqidah, ibadah, dan mu’amalah umat Islam, baik itu dari syirik, TBC (takhayul, bid’ah, khurafat), sihir, perdukunan, hingga sampai pada dosa-dosa seperti pergaulan bebas, kebobrokan akhlak, pemikiran yang liberal, dan lain sebagainya.
Maka kekuatan ilmu dan iman yang bersatu pada diri seorang generasi Ulul Albab sangatlah dibutuhkan dalam upaya memisahkan antara kebaikan (Islam) dan kebathilan (budaya). Maka tidak salah bila Albert Einstein, seorang tokoh ilmuwan pernah berkata, “Science without religion is lame, religion without science is blind” (ilmu tanpa agama itu pincang, tapi agama tanpa ilmu buta). 

عن أبي سعيد الخدري رضى الله  تعالى عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَده، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ،ومن لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أضْعَفُ الإيمَانِ.
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA berkata, “Bersabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, jika kamu tidak mampu maka cegahlah dengan lisanmu dan jika kamu tidak mampu juga maka cegahlah dengan hati. Dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim)
Generasi Ulul Albab sangat mungkin bahkan harus menjadi yang terdepan dalam meluruskan kemunkaran-kemunkaran, khususnya yang bertopeng kebudayaan, mengingat poin pertama dan kedua sangat mungkin ada pada generasi ini, sehingga umat pun akan terbebas dari perbuatan yang Allah telah melarangnya dalam Al-Qur’an.

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya. (Q.S Al-Baqarah[2]:42)
Pengetahuan yang luas dan maju terhadap perkembangan dunia sekelilingnya, kemampuan membaca alam sekitar, dan pergaulan sosial yang mantap merupakan modal penting bagi mereka yang akan mewarisi risalah Raasul, di tambah dengan dasar Qur’an Sunnah yang kuat dalam kehidupannya akan turut membawa para penerus perjuangan tetap dalam keselamatan, hingga kesatuan ini pun perlu kembali ditegaskan pada diri setiap pemuda Islam. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar :

Posting Komentar