Konflik berkepanjangan di Timur Tengah, diakui atau tidak, telah mampu
mengetuk hati setiap orang yang menyaksikannya untuk bisa ikut terlibat memberi
solusi terbaik dalam menyelesaikan
konflik ini, apalagi konflik Timur Tengah semakin menunjukkan perubahannya dari
sekedar konflik politik menjadi sebuah trilogi tragedi kemanusiaan yang
memprihatinkan. Konflik antara Israel-Palestina, Irak-Kuwait, Iran-Irak,
konflik saudara di Sudan, Suriah, hingga konflik antara liga Arab melawan Islamic
States (IS) atau yang terkenal dengan nama ISIS, semuanya seolah menjadi rangkaian episode sebuah drama kemanusiaan yang
telah menelan banyak nyawa tidak berdosa dari anak-anak sampai mereka orang tua berusia lanjut.
Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa konflik Timur Tengah terjadi murni karena faktor agama, sebuah isu yang
telah menjadi rahasia umum hingga tidak sedikit menyebabkan sifat antipati dari
satu agama terhadap agama lain, padahal permasalahan konflik ini bukan hanya melulu
tentang agama[1],
tetapi ada masalah yang lebih kompleks[2],
yang lebih mencakup banyak aspek dimana satu sama lainnya saling berkesinambungan.
Namun terlepas dari kompleksitas penyebab terjadinya konflik, ada beberapa hal
cukup menarik dan tentunya mempunyai andil besar –meskipun secara tidak
langsung- akan terjadinya konflik penyebab tragedi kemanusiaan di Timur Tengah.