قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمُؤْمِنَ يُجَاهِدُ
بِسَيْفِهِ وَلِسَانِه
Nabi
SAW Bersabda: “Seorang Mukmin berjihad dengan pedang dan lisannya.”
Takhrij Hadits
Hadits di atas terdapat
dalam beberapa riwayat yang berbeda, diantaranya adalah:
1.
Musnad Ahmad musnad Makkiyyin bab hadits
Ka’ab bin Malik Al-Anshari no. 15225; bab hadits Ka’ab bin malik no.
25921.
2.
Shahih Ibnu Hibban Kitab bab Fardhul-Jihad
no. 4707.
3.
Sunan Baihaqi kitab Syahadah bab Syahadatisy-Syu’ara
no. 20897.
Matan Hadits
Redaksi (matan) hadits di
atas secara lengkap dalam musnad Ahmad seperti berikut,
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنِ
الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَعْبِ
بْنِ مَالِكٍ أَنَّ كَعْبَ بْنَ مَالِكٍ
حِينَ أَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي
الشِّعْرِ مَا أَنْزَلَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَدْ أَنْزَلَ فِي الشِّعْرِ مَا قَدْ عَلِمْتَ
وَكَيْفَ تَرَى فِيهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
الْمُؤْمِنَ يُجَاهِدُ بِسَيْفِهِ وَلِسَانِهِ.
Telah berkata kepada kami
Abul-Yaman, ia berkata telah mengabarkan kepada kami Syuaib, dari az-Zuhri, dia
berkata telah menceritakan kepadaku Abdur-Rahman bin Abdillah bin Ka’ab bin
Malik, bahwa ketika Allah SWT menurunkan (hikmah) dalam bentuk syair, Ka’ab bin
Malik mendatangi Rasulallah SAW dan berkata: sesungguhnya Allah telah
menurunkan (hikmah) dalam bentuk syair, kau pun sungguh mengetahuinya, dan apa
pendapatmu terhadap ini? Rasulallah SAW menjawab: Sungguh seorang mukmin itu
berjihad dengan pedang dan Lisannya.”
Ada beberapa perbedaan
redaksi dalam sumber lain, seperti dalam hadits riwayat Ibnu Hibban,
أخبرنا أبو يعلى، حدثنا أحمد بن عيسى المصري، قال: حدثنا بن
وهب، قال: أخبرني يونس، عن بن شهاب، عن عبد الرحمن بن كعب بن مالك عن أبيه أنه قال:
يا رسول الله ما ترى في الشعر قال: "إن المؤمن يجاهد بسيفه ولسانه، والذي
نفسي بيده لكأنما تنضحونهم بالنبل.
Di dalam riwayat Baihaqi
sebagai berikut,
إن الله عز و جل قد أنزل في الشعر ما أنزل قال إن المؤمن يجاهد
بسيفه ولسانه والذي نفسي بيده لكأنما ترمونهم به نضح النبل كذا قال.
Syarah Mufradat
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7HqtAmk8dUcVh_kpkz2NCVxavxwhjtdcEFIktX55-ADyTBwV8_-L0bBPCEWoMwFxe7AIN3oTbxXziBZO1PZyb37OVku5bwt2HsEDYN0bXADsEcvg8oCbyrm1w_G7xjejiZguNvB1fkNA/s1600/Jihad-In-Islam3.jpg)
والجهاد والمجاهدة: استفراغ الوسع في مدافعة العدو
Jihad dan mujahadah
(pejuang): mencurahkan segenap kemampuan dalam melawan musuh.
Selanjutnya Ar-Raghib
membagi jihad dalam tiga macam, yakni jihad melawan musuh yang nyata, jihad
melawan syetan, dan jihad melawan diri sendiri.
Dari beberapa keterangan di
atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya:
1.
Jihad merupakan sebuah aktifitas yang perlu
usaha secara sungguh-sungguh, hanya mereka yang meridhai kesulitan menimpa
dirinya sekaligus mempunyai kemampuan untuk menghadapi segala kesukaran.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ
وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ
“celakalah
para pemuja dinar, dirmah, qatifah, dan khamishah, jika mereka diberi maka
mereka ridha, dan jika tidak diberi maka mereka tidak ridha.” (HR Bukhari)
2.
Diri sendiri merupakan musuh terbesar dan
paling sulit untuk ditaklukkan daripada musuh nyata secara fisik juga syetan
sebagai musih yang tidak tampak.
المجاهد من جاهد نفسه لله عز وجل
"Seorang
mujahid adalah yang berjihad melawan hawa nafsunya di jalan Allah“.(HR. Imam
Tirmidzi)
3.
Dari sekian banyak pengertian jihad, tidak
ada yang menyebutkan perang secara eksplisit sebagai pengertian jihad, ini
menunjukkan bahwa perang hanya salah satu bentuk dari jihad.
Rasulullah
SAW menjenguknya (seorang sahabat yang sedang sakit) maka salah seorang
keluarganya berkata,”Sesungguhnya kami berharap bila kakek kami wafatnya syahid
berperang dalam Sabilillah. Rasulullah SAW menjawab: Sesungguhnya mati
syahidnya umataku jika begitu (mati dalam peperangan) niscaya sedikit sekali
(yang mati syahid), berperang dalam jalan Allah itu syahid, mati karena sakit
itu syahid, dan wanita mati melahirkan itu syahid – yakni hamil – dan
tenggelam, dan terbakar dan majnub – yaitu yang mati sakit lambung – itu mati
syahid.”
Syarah Ijmali
Masuk surga secara otomatis
bahkan menempati tempat VVIP menjadi keinginan setiap orang tentunya, apalagi
ketika kesadaran akan adanya peluang itu baru diterima dan bersifat hal baru,
tentu semangat menggebu tak tertahankan yang menguasai diri, beginilah gambaran
beberapa muslim yang tersadarkan akan tiket itu namun masih awam akan
hakikatnya, sehingga semangat ini justru dimanfaatkan oleh sebagian kelompok
bahkan tersalurkan dengan salah.
Jihad sebagai salah satu
dari tiket istimewa itu, telah tergiring dengan sendirinya, melalui masa lalu
dan perkembangan jaman, pada posisi kontroversial yang diawali oleh
kesalahfahaman kebanyakan orang terhadap konsep jihad itu sendiri. Padahal
menilik posisinya dalam pandangan Allah, dengan keluhuran nilainya jihad bukanlah
sesuatu yang harus sampai pada kondisi seperti saat ini (baca kritis dan
kontroversial).
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ
الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ
قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
Aku bertanya kepada
rasulallah SAW tentang amal apa yang paling Allah SWT cintai, beliau menjawab
Shalat tepat pada waktunya. Kemudian apa? Rasul menjawab: Berbuat baik kepada kedua
orang tua, aku bertanya kemudian apa? Rasul menjawab: Jihad pada jalan Allah.”
(Shahih Bukhari no. 5513)
Lalu mengapa jihad
digambarkan dengan sebuah wajah yang menyeramkan, dekat kaitannya dengan
terorisme? Ini tidak terlepas dari dua unsur utama yang sangat berbahaya jika
dibiarkan. Pertama, serangan dari luar Islam sendiri yang terus gencar
mempropagandakan Islam sebagai teroris, ini upaya umat takut untuk melakukan
salah satu tugas mulia dalam Islam, pengertian jihad dipersempit hanya pada hal-hal
yang bersifat kekerasan, ini selaras dengan firman Allah mengenai hati
musuh-musuh Islam.
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ
الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ... الأية
“dan
sekali-kali yahudi dan nashrani tidak akan pernah merasa ridha sehingga kamu
mengikuti millah mereka….” (Al-Baqarah: 120)
Kedua, citra jihad dan Islam
sebagai ajaran kekerasan dan terorisme lebih diakibatkan oleh ulah umat Islam
sendiri, keinginan untuk hidup mulia tidak dibarengi dengan ilmu dan usaha yang
mumpuni, alhasil banyak ajaran yang disalahartikan dan tidak diserap secara
semestinya dan setengah-setengah, ini tergambar pada beberapa orang yang
melihat masa lalu islam dalam berdakwah, terlalu fokus terhadap kondisi nabi
waktu itu dan tidak memiliki konteks kekinian.
Melihat hadits di atas
secara sekilas tampak menyeramkan dengan adanya kalimat bi-saifihi (dengan
pedangnya), apalagi ditambah dalam hadits lain bahwa surge ada pada
baying-bayang pedang, namun hal ini bukan berarti penafsiran dari kata tersebut
bahwa perang adalah satu-satunya jalan jihad, perang (dengan pedang) hanyalah
bentuk kesungguhan seseorang dalam berjihad, itu pun dengan melalui beberapa
kewajiban yang lebih diutamakan daripada berjihad, seperti berbakti pada orang
tua dan mencari ilmu.[3]
Selain itu, dalam konteks
umum istilah pedang juga bisa berarti senjata, semua orang bisa berjuang
mengatas namakan jihad jika yang diusahakan adalah meninggikan kalimat Allah,
dan yang dilawan meliputi tiga, gangguan dari musuh Islam secara nyata, melawan
keragu-raguan yang dibisikkan syetan, juga melawan dan mengalahkan kemalasan
dalam diri sendiri.
Lisan dan Pena sebagai Senjata
Jihad Pemuda
“menjadi pemuda harus
selihat wartawan dalam menulis dan seulung negarawan dalam berorasi”, demikian
sebuah nasihat dari HOS Cokroaminoto yang disampaikan pada para pemuda.
Mahasiswa sebagai figur nyata dan patron pemuda, harus menjadi garda terdepan
dalam mengambil langkah jihad melalui dua hal ini, lisan dan pena sebagai
pedang harusnya menjadi wasilah paling mudah dalam melaksanakan misi jihad ini.
Ada beberapa alasan yang membuat kaum muda untuk tidak lari dari dua kemampuan
(baca: Jihad) ini, diantaranya sebagai berikut:
1.
Kondisi sosio-kultural saat ini yang
mengedepankan pemikiran dalam melakukan penyerangan terhadap lawan ideologis.
2.
Tulisan dan lisan merupakan media paling
efektiif undung tersampaikan dan didengarkan.
3.
Melawan pemimpin dzalim, mencari ilmu,
menjaga dan menghindarkan diri dari maksiat, juga memakmurkan masjid adalah
jalan-jalan jihad yang membutuhkan akan kemampuan menulis dan berbicara.
4.
Dengan jihad lisan dan tulisan, jihad Islam
akan lebih diterima daripada jihad dengan cara perang baik oleh umat Islam
maupun diluar Islam.
5.
Inti dari semua jihad adalah hadirnya
kesungguh-sungguhan dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Namun satu yang harus
diingat, bahwa misi mulia ini bernama jihad, dan apapu bentuk dan nama jihad,
kesulitan dan kesungguhan dalam menghadapinya akan berlipat ganda demi hasil
yang mulia. Wallahu a’lam
[1]
Muhammad bin Mukarram bin Mandzur Al-Afriqi Al-Mishri, Lisaanul-‘Arab jil.
2 hal. 395-396; dan Mu’jamul-Wasith jil.
1 hal. 142.
[2]
Dalam Zaadul Ma’ad karangan Syeikh Ibnu Qayyim jauziyyah jil. 3 hal. 8
[3]
Q.S At-Taubah: 122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً
ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي
الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak ada komentar :
Posting Komentar